Laksana Air Hujan Yang Membasahi Bumi
[78] Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Allah subhanahu menjadikan ilmu bagi hati laksana air hujan bagi tanah. Sebagaimana tanah/bumi tidak akan hidup kecuali dengan curahan air hujan, maka demikian pula tidak ada kehidupan bagi hati kecuali dengan ilmu.” (lihat al-’Ilmu, Syarafuhu wa Fadhluhu, hal. 227).
Antara Ulama dan Tukang Ceramah
[79] Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata kepada para sahabatnya, “Sesungguhnya kalian sekarang ini berada di masa para ulamanya masih banyak dan tukang ceramahnya sedikit. Dan akan datang suatu masa setelah kalian dimana tukang ceramahnya banyak namun ulamanya amat sedikit.” (lihat Qowa’id fi at-Ta’amul ma’al ‘Ulama, hal. 40)
Hakikat Takut dan Dzikir Kepada Allah
[80] Sa’id bin Jubair rahimahullah berkata, “Sesungguhnya rasa takut yang sejati itu adalah kamu takut kepada Allah sehingga menghalangi dirimu dari berbuat maksiat. Itulah rasa takut. Adapun dzikir adalah sikap taat kepada Allah. Siapa pun yang taat kepada Allah maka dia telah berdzikir kepada-Nya. Barangsiapa yang tidak taat kepada-Nya maka dia bukanlah orang yang -benar-benar- berdzikir kepada-Nya, meskipun dia banyak membaca tasbih dan tilawah al-Qur’an.” (lihat Sittu Durar min Ushul Ahli al-Atsar, hal. 31)
Belajar Dengan Niat Yang Ikhlas
[81] Imam Ibnu Baththal rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang mempelajari hadits demi memalingkan wajah-wajah manusia kepada dirinya maka di akherat Allah akan memalingkan wajahnya menuju neraka.” (lihat Syarh Shahih al-Bukhari karya Ibnu Baththal, 1/136)
[82] Waki’ bin al-Jarrah rahimahullah berkata, “Barangsiapa menimba ilmu hadits sebagaimana datangnya (apa adanya, pen) maka dia adalah pembela Sunnah. Dan barangsiapa yang menimba ilmu hadits untuk memperkuat pendapatnya semata maka dia adalah pembela bid’ah.” (lihat Mukadimah Tahqiq Kitab az-Zuhd, hal. 69)
[83] Hisyam ad-Dastuwa’i rahimahullah berkata, “Demi Allah, aku tidak mampu untuk berkata bahwa suatu hari aku pernah berangkat untuk menuntut hadits dalam keadaan ikhlas karena mengharap wajah Allah ‘azza wa jalla.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 254)
Orang Yang Paling Fakih
[84] Sa’ad bin Ibrahim rahimahullah pernah ditanya; Siapakah yang paling fakih (paham agama, pent) di antara ulama di Madinah? Maka beliau menjawab, “Yaitu orang yang paling bertakwa di antara mereka.” (lihat Ta’liqat Risalah Lathifah, hal. 44).
Evaluasi Diri
[85] Ibnus Samak rahimahullah berkata, “Wahai saudaraku. Betapa banyak orang yang menyuruh orang lain untuk ingat kepada Allah sementara dia sendiri melupakan Allah. Betapa banyak orang yang menyuruh orang lain takut kepada Allah akan tetapi dia sendiri lancang kepada Allah. Betapa banyak orang yang mengajak ke jalan Allah sementara dia sendiri justru meninggalkan Allah. Dan betapa banyak orang yang membaca Kitab Allah sementara dirinya tidak terikat sama sekali dengan ayat-ayat Allah. Wassalam.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 570)
Mengobral Aib Pemerintah
[86] Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Bukanlah termasuk manhaj salaf membeberkan aib-aib pemerintah dan menyebut-nyebut hal itu di atas mimbar. Karena hal itu akan mengantarkan kepada kekacauan [di tengah masyarakat] sehingga tidak ada lagi sikap mendengar dan taat dalam perkara yang ma’ruf, dan menjerumuskan kepada pembicaraan yang membahayakan serta tidak bermanfaat. Akan tetapi cara yang harus diikuti menurut salaf adalah dengan menasehatinya secara langsung antara dirinya dengan penguasa tersebut. Atau mengirim surat kepadanya. Atau berhubungan dengannya melalui para ulama yang memiliki hubungan dengannya, sehingga dia bisa diarahkan menuju kebaikan.” (lihat Da’aa’im Minhaj Nubuwwah, hal. 271)
Menciptakan Keresahan Masyarakat
[87] Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan berkata, “Memberontak kepada para pemimpin terjadi dalam bentuk mengangkat senjata, dan ini adalah bentuk pemberontakan yang paling parah. Selain itu, pemberontakan juga terjadi dengan ucapan; yaitu dengan mencaci dan mencemooh mereka, mendiskreditkan mereka dalam berbagai pertemuan, dan mengkritik mereka melalui mimbar-mimbar. Hal ini akan menyulut keresahan masyarakat dan menggiring mereka menuju pemberontakan terhadap penguasa. Hal itu jelas merendahkan kedudukan pemerintah di mata rakyat. Ini artinya, pemberontakan juga bisa terjadi dalam bentuk ucapan/provokasi.” (lihat Da’aa’im Minhaj Nubuwwah, hal. 272)
Maslahat Keberadaan Penguasa
[88] Hasan al-Bashri rahimahullah mengatakan, “Demi Allah! Tidaklah tegak urusan agama ini kecuali dengan adanya pemerintah, walaupun mereka berbuat aniaya dan bertindak zalim. Demi Allah! Apa-apa yang Allah perbaiki dengan keberadaan mereka jauh lebih banyak daripada apa-apa yang mereka rusak.” (lihat Da’aa’im Minhaj Nubuwwah, hal. 279)