Pendusta
[266] Hatim al-Asham rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang mendakwakan dirinya mencintai surga tanpa berinfak dengan hartanya maka dia adalah pendusta.” (lihat at-Tahdzib al-Maudhu’i li Hilyat al-Auliya’, hal. 240)
Dua Kunci Kebaikan
[267] Yunus bin ‘Ubaid rahimahullah berkata, “Dua perkara jika hal itu baik pada diri seorang hamba maka baiklah urusannya yang lain, yaitu sholat dan lisannya.” (lihat at-Tahdzib al-Maudhu’i li Hilyat al-Auliya’, hal. 274)
Menghindari Ujub
[268] Bisyr bin al-Harits rahimahullah berkata, “Jika berbicara membuatmu merasa ujub maka diamlah. Dan jika diam membuatmu merasa ujub maka berbicaralah.” (lihat at-Tahdzib al-Maudhu’i li Hilyat al-Auliya’, hal. 275)
Kesempurnaan Iman
[269] Abu Sulaiman ad-Darani rahimahullah berkata, “Apabila seorang hamba telah merasa malu kepada Rabbnya ‘azza wa jalla maka sungguh dia telah menyempurnakan imannya.” (lihat at-Tahdzib al-Maudhu’i li Hilyat al-Auliya’, hal. 291)
Antara Rasa Takut dan Harapan
[270] ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu’anhu berkata, “Seandainya ada yang berseru dari langit: ‘Wahai umat manusia masuklah kalian semuanya ke dalam surga kecuali satu orang’ aku takut orang itu adalah aku. Dan seandainya ada yang berseru dari langit: ‘Wahai umat manusia, masuklah masuklah kalian semuanya ke dalam neraka’, maka aku berharap orang itu adalah aku.” (lihat at-Tahdzib al-Maudhu’i li Hilyat al-Auliya’, hal. 301)
Kepemimpinan dan Ilmu
[271] Imam Yahya bin Ma’in rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang terburu-buru memangku jabatan sebagai pemimpin niscaya akan luput darinya banyak ilmu.” (lihat Syarh Shahih al-Bukhari li Ibni Baththal [1/159])
Pintu Kebaikan dan Keburukan
[272] al-Hasan bin Shalih rahimahullah berkata, “Sesungguhnya setan benar-benar akan membukakan sembilan puluh sembilan pintu kebaikan dalam rangka menyeret seorang hamba menuju sebuah pintu keburukan.” (lihat al-Muntaqa an-Nafis min Talbis Iblis, hal. 63)
Bahaya Ilmu Kalam
[273] Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Sungguh apabila seorang mendapatkan musibah maksiat yaitu bergelimang dengan segala bentuk larangan Allah selain syirik maka hal itu jauh lebih baik baginya daripada mempelajari ilmu kalam/filsafat.” (lihat al-Muntaqa an-Nafis min Talbis Iblis, hal. 79)
Penyesalan dan Kejujuran
[274] Abul Ma’ali al-Juwaini rahimahullah berkata, “Wahai teman-teman kami! Janganlah kalian menyibukkan diri dengan ilmu kalam. Seandainya dahulu aku mengetahui ilmu kalam akan mengantarkan aku kepada apa yang telah aku alami niscaya aku tidak akan menyibukkan diri dengannya.” (lihat al-Muntaqa an-Nafis min Talbis Iblis, hal. 84)
Berubah Fungsi
[275] Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “al-Qur’an itu diturunkan untuk diamalkan, akan tetapi orang-orang justru membatasi amalan hanya dengan membacanya.” (lihat al-Muntaqa an-Nafis min Talbis Iblis, hal. 116)
Orang Yang Faqih
[276] Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Sesungguhnya orang yang benar-benar faqih/paham agama adalah yang senantiasa merasa takut kepada Allah ‘azza wa jalla.” (lihat al-Muntaqa an-Nafis min Talbis Iblis, hal. 136)