Mengikuti Tuntunan
[34] Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata, “Ikutilah tuntunan, dan jangan membuat ajaran-ajaran baru, karena sesungguhnya kalian telah dicukupkan.” Beliau radhiyallahu’anhu juga berkata, “Sesungguhnya kami ini hanyalah meneladani, bukan memulai. Kami sekedar mengikuti, dan bukan mengada-adakan sesuatu yang baru. Kami tidak akan tersesat selama kami tetap berpegang teguh dengan atsar.” (lihat Da’a’im Minhaj Nubuwwah, hal. 46)
Sederhana Di Atas Sunnah
[35] Ubay bin Ka’ab radhiyallahu’anhu berkata, “Hendaknya kalian berpegang dengan jalan yang benar dan mengikuti Sunnah. Karena tidaklah seorang hamba yang tegak di atas jalan yang benar dan setia dengan Sunnah, mengingat ar-Rahman dan kemudian kedua matanya meneteskan air mata karena rasa takut kepada Allah, lantas dia akan disentuh oleh api neraka selama-lamanya. Sesungguhnya bersikap sederhana di atas Sunnah dan kebaikan itu lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam menyelisihi jalan yang benar dan menentang Sunnah.” (lihat Da’a’im Minhaj Nubuwwah, hal. 46)
Meniti Jalan Yang Benar
[36] Muhammad bin Sirin rahimahullah berkata, “Para ulama kita dahulu senantiasa mengatakan: Apabila seseorang itu berada di atas atsar, maka itu artinya dia berada di atas jalan yang benar.” (lihat Da’a’im Minhaj Nubuwwah, hal. 47).
Akibat Kecanduan Bid’ah
[37] Ahmad bin Sinan al-Qaththan rahimahullah berkata, “Tidaklah ada di dunia ini seorang ahli bid’ah kecuali dia pasti membenci ahli hadits. Maka apabila seorang membuat ajaran bid’ah niscaya akan dicabut manisnya hadits dari dalam hatinya.” (lihat Da’a’im Minhaj Nubuwwah, hal. 124)
Sedikitnya Ilmu dan Kitab
[38] Imam al-Barbahari rahimahullah berkata, “Ketahuilah -semoga Allah merahmatimu- sesungguhnya ilmu bukanlah semata-mata dengan memperbanyak riwayat dan kitab. Sesungguhnya orang yang berilmu adalah yang mengikuti ilmu dan Sunnah, meskipun ilmu dan kitabnya sedikit. Dan barangsiapa yang menyelisihi al-Kitab dan as-Sunnah, maka dia adalah penganut bid’ah, meskipun ilmu dan kitabnya banyak.” (lihat Da’a’im Minhaj Nubuwwah, hal. 163)
Menjauhi Bid’ah
[39] Imam Abu Hanifah rahimahullah berkata, “Hendaknya kamu tetap berpegang dengan atsar dan jalan kaum salaf, dan jauhilah olehmu segala ajaran yang diada-adakan, karena itu adalah bid’ah.” (lihat Fashlu al-Maqal fi Wujub Ittiba’ as-Salaf al-Kiram, hal. 46).
[40] Imam Abul Qasim at-Taimi rahimahullah berkata, “Syi’ar Ahlus Sunnah adalah komitmen mereka untuk ittiba’ kepada salafus shalih dan meninggalkan segala ajaran yang bid’ah dan diada-adakan.” (lihat Fashlu al-Maqal fi Wujub Ittiba’ as-Salaf al-Kiram, hal. 49)
Pemisah Ahlus Sunnah Dengan Ahlul Bid’ah
[41] Imam al-Ashbahani rahimahullah berkata, “Ketahuilah, sesungguhnya pemisah antara kita dengan ahli bid’ah adalah dalam masalah akal. Karena sesungguhnya mereka membangun agamanya di atas pemikiran akal semata, dan mereka menjadikan ittiba’ dan atsar harus mengikuti hasil pemikiran mereka. Adapun Ahlus Sunnah, maka mereka mengatakan : pondasi agama adalah ittiba’ sedangkan pemikiran itu mengikutinya. Sebab seandainya asas agama itu adalah pemikiran niscaya umat manusia tidak perlu bimbingan wahyu, tidak butuh kepada para nabi. Kalau memang seperti itu niscaya sia-sialah makna perintah dan larangan. Setiap orang pun akan berbicara dengan seenaknya. Dan kalau seandainya agama itu dibangun di atas hasil pemikiran niscaya diperbolehkan bagi orang-orang beriman untuk tidak menerima ajaran apapun kecuali apabila pemikiran (logika) mereka telah bisa menerimanya.” (lihat Da’a’im Minhaj an-Nubuwwah, hal. 336)
[42] Beliau rahimahullah juga berkata, “Kita tidak menentang Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan logika. Karena sesungguhnya agama ini diajarkan dengan dasar ketundukan dan kepasrahan. Bukan dengan mengembalikan segala sesuatu kepada logika. Karena hakikat logika yang benar adalah yang membuat orang menerima Sunnah. Adapun logika yang justru membuat orang membatalkan Sunnah, maka itu adalah kebodohan dan bukan akal/logika yang benar.” (lihat Da’a’im Minhaj an-Nubuwwah, hal. 337)
Jalan Keselamatan
[43] Imam ad-Darimi meriwayatkan dalam Sunannya, demikian juga al-Ajurri dalam asy-Syari’ah, dari az-Zuhri rahimahullah, beliau berkata, “Para ulama kami dahulu senantiasa mengatakan, “Berpegang teguh dengan Sunnah adalah keselamatan.”.” (lihat Da’a’im Minhaj an-Nubuwwah, hal. 340).
Tanda Agama dan Keikhlasan
[44] Rabi’ bin Anas rahimahullah mengatakan, “Tanda agama adalah mengikhlaskan amal untuk Allah, sedangkan tanda keilmuan adalah rasa takut kepada Allah.” (lihat al-Ikhlas wa an-Niyah, karya Imam Ibnu Abid Dun-ya, hal. 23)