Hakikat Keimanan
[351] Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Tidaklah seorang hamba mencapai hakikat keimanan sampai dia bisa menganggap musibah sebagai kenikmatan dan kelapangan sebagai musibah, dan sampai dia tidak menyukai apabila dipuji karena ibadahnya kepada Allah.” (lihat Aina Nahnu min Haa’ulaa’i, hal. 254)
Tingkatan Sabar
[352] Maimun bin Mihran rahimahullah berkata, “Sabar ada dua macam; sabar dalam menghadapi musibah, maka itu adalah baik. Dan yang lebih utama lagi adalah sabar dalam menghindari maksiat.” (lihat Aina Nahnu min Haa’ulaa’i, hal. 259)
Sabar Menghadapi Musibah
[353] al-Ahnaf rahimahullah berkata, “Telah lenyap penglihatan kedua mataku sejak empat puluh tahun lamanya dan aku tidak menceritakan hal itu kepada siapapun.” (lihat Aina Nahnu min Haa’ulaa’i, hal. 261)
[354] Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu berkata, “Diantara bentuk pengagungan kepada Allah dan pengenalan terhadap hak-Nya adalah hendaknya engkau tidak mengadukan sakitmu dan menceritakan musibah yang menimpamu.” (lihat Aina Nahnu min Haa’ulaa’i, hal. 266)
Pahala Sabar
[355] ‘Aisyah radhiyallahu’anhu berkata, “Sesungguhnya demam itu akan menggugurkan dosa sebagaimana pohon yang menggugurkan daun-daunnya.” (lihat Aina Nahnu min Haa’ulaa’i, hal. 268)
[356] Ibnu Abid Dunya rahimahullah berkata, “Adalah mereka –para salaf- mengharapkan apabila mereka mengalami demam semalaman mudah-mudahan bisa menggugurkan dosa-dosa yang telah berlalu.” (lihat Aina Nahnu min Haa’ulaa’i, hal.268)
Kehidupan Yang Bahagia
[357] ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu’anhu berkata, “Kami mendapatkan sebaik-baik penghidupan kami dengan modal kesabaran.” (lihat Aina Nahnu min Haa’ulaa’i, hal. 272)
[358] ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu’anhu berkata, “Seandainya sabar dan syukur itu menjelma menjadi dua ekor onta maka aku tidak peduli di atas onta yang mana -diantara keduanya- aku kendarai.” (lihat Aina Nahnu min Haa’ulaa’i, hal. 278)
[359] ‘Umar bin Abdul ‘Aziz rahimahullah berkata, “Tidaklah Allah memberikan nikmat kepada seorang hamba lalu dicabutnya dan Allah gantikan hal itu dengan kesabaran melainkan ganti yang Allah berikan pasti lebih baik daripada apa nikmat dicabut darinya.” (lihat Aina Nahnu min Haa’ulaa’i, hal. 279)
[360] Ada seorang lelaki meminta wasiat kepada Abud Darda’ radhiyallahu’anhu. Maka beliau berkata, “Ingatlah Allah pada saat senang niscaya Allah akan mengingatmu pada saat susah.” (lihat Aina Nahnu min Haa’ulaa’i, hal. 280)