Merealisasikan Zuhud
[310] Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah pernah ditanya tentang makna zuhud di dunia, beliau menjawab, “Jika dia mendapatkan nikmat maka bersyukur dan jika dia mendapatkan cobaan musibah maka dia pun bersabar. Itulah zuhud.” (lihat Min A’lam as-Salaf [2/78])
Hakikat Orang Berilmu
[311] Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah berkata, “Bukanlah seorang alim [ahli ilmu] orang yang mengetahui kebaikan dan keburukan akan tetapi sesungguhnya orang yang alim adalah yang mengetahui kebaikan lalu mengikutinya dan mengetahui keburukan lalu berusaha menjauhinya.” (lihat Min A’lam as-Salaf [2/81])
Mengagungkan Sholat
[312] Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah berkata, “Termasuk bentuk pengagungan sholat yaitu hendaknya kamu datang sebelum iqomah.” (lihat Min A’lam as-Salaf [2/82])
Fitnah Dari Hadits
[313] Abdurrahman bin Mahdi rahimahullah berkata, “Fitnah yang timbul dari hadits lebih dahsyat daripada fitnah karena harta dan anak-anak.” (lihat Min A’lam as-Salaf [2/97])
Sesuatu Yang Paling Berat
[314] Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang membiasakan dirinya untuk beramal ikhlas karena Allah niscaya tidak ada sesuatu yang lebih berat baginya daripada beramal untuk selain-Nya. Dan barangsiapa yang membiasakan dirinya untuk memuaskan hawa nafsu dan ambisinya maka tidak ada sesuatu yang lebih berat baginya daripada ikhlas dan beramal untuk Allah.” (lihat Ma’alim Fi Thariq al-Ishlah, hal. 7)
Berdakwah Dengan Ilmu
[315] Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Ilmu -dalam dakwah, pent- adalah sebuah kewajiban. Jangan sampai anda berdakwah di atas kebodohan. Jangan sampai anda berbicara dalam hal-hal yang anda tidak ketahui ilmunya. Orang yang bodoh akan menghancurkan, bukan membangun. Dia akan merusak, dan bukannya memperbaiki. Maka bertakwalah kepada Allah, wahai hamba Allah! Waspadalah anda dari berbicara tentang [agama] Allah tanpa ilmu. Jangan anda mendakwahkan sesuatu kecuali setelah mengetahui ilmu tentangnya…” (lihat Ma’alim Fi Thariq al-Ishlah, hal. 9)
Majelis Yang Buruk
[316] Abdurrahman bin Mahdi rahimahullah mengisahkan: Dahulu aku mengajar suatu majelis setiap hari jum’at. Apabila orang yang datang banyak aku pun senang, dan apabila yang datang sedikit aku pun sedih. Aku menanyakan hal ini kepada Bisyr bin Manshur, dia menjawab, “Ini adalah majelis yang buruk, jangan kamu kembali kepadanya!” Setelah itu aku pun tidak lagi kembali ke majelis itu (lihat Ma’alim Fi Thariq al-Ishlah, hal. 12)
Majelis Atho’ bin Abi Robah
[317] Imam adz-Dzahabi menceritakan dari salah seorang yang hidup sezaman dengan Imam Atho’ bin Abi Robah rahimahullah. Orang itu mengatakan, “Aku telah melihat Atho’ -sedangkan dia adalah penduduk bumi yang paling diridhai manusia ketika itu- sementara tidak ada orang yang duduk hadir [belajar] dalam majelisnya kecuali sembilan atau delapan orang saja.” (lihat Ma’alim Fi Thariq al-Ishlah, hal. 12)
Cita-Cita Tinggi
[318] Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tingginya cita-cita seseorang adalah tanda kebahagiaannya, sedangkan rendahnya cita-cita seseorang adalah tanda bahwa dia tidak akan menggapai kebahagiaan itu.” (lihat Ma’alim Fi Thariq al-Ishlah, hal. 13)
Ciri Ahli Bid’ah dan Pemecah Belah Umat
[319] Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang menjadikan seseorang selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk dia jadikan satu-satunya pedoman; sehingga barangsiapa yang mencintainya maka itulah Ahlus Sunnah wal Jama’ah -menurutnya- dan barangsiapa yang menyelisihinya adalah ahli bid’ah dan pemecah belah -sebagaimana hal itu bisa ditemui pada para pengikuti imam ahlul kalam dalam urusan agama ini ataupun selainnya- maka sesungguhnya dia adalah seorang ahli bid’ah, penyebar kesesatan dan pemecah belah.” (lihat Ma’alim Fi Thariq al-Ishlah, hal. 19)
Tanda Ketundukan Hati
[320] Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Salah satu tanda ikhbat/ketundukan hati dan keikhlasan diri seseorang adalah tidak bergembira dengan pujian manusia dan tidak merasa sedih semata-mata dengan celaan mereka.” (lihat Ma’alim Fi Thariq al-Ishlah, hal. 29)