Al Hikmah

Cara Mempelajari al-Qur’an

[1] Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata, “Dahulu kami -para sahabat- apabila belajar kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sepuluh ayat, maka kami tidaklah mempelajari sepuluh ayat lain yang diturunkan berikutnya kecuali setelah kami pelajari apa yang terkandung di dalamnya.” Hadits ini disahihkan oleh al-Hakim dan adz-Dzahabi menyepakatinya (lihat al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an [1/68])


[2] Imam Abdurrazzaq meriwayatkan dengan sanadnya di dalam al-Mushannaf, dari Abu Abdirrahman as-Sulami. Beliau berkata, “Dahulu apabila kami mempelajari sepuluh ayat al-Qur’an, maka tidaklah kami mempelajari sepuluh ayat berikutnya sampai kami memahami kandungan halal dan haram, serta perintah dan larangan yang terdapat di dalamnya.” (lihat al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an [1/68])

[3] Abu Abdirrahman as-Sulami berkata, “Para sahabat yang mengajarkan bacaan al-Qur’an kepada kami seperti ‘Utsman bin ‘Affan, Abdullah bin Mas’ud dan lain-lain menuturkan kepada kami, bahwasanya dahulu apabila mereka mempelajari sepuluh ayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka mereka tidaklah melewatinya kecuali setelah mereka pelajari pula kandungan ilmu dan amal yang terdapat di dalamnya. Mereka berkata: Maka kami mempalajari al-Qur’an, ilmu, dan amal sekaligus secara bersamaan.” (lihat Ushul fi at-Tafsir oleh Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 26)

Menghafalkan, Memahami dan Mengamalkan

[4] Imam Abu Bakar al-Anbari meriwayatkan dengan sanadnya dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu. Beliau berkata, “Sesungguhnya kami mengalami kesulitan dalam menghafalkan al-Qur’an tetapi mudah bagi kami mengamalkannya. Dan kelak akan datang kaum setelah kami, ketika itu begitu mudah menghafalkan al-Qur’an tetapi sulit bagi mereka mengamalkannya.” (lihat al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an [1/69])

[5] Imam al-Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Ulama hadits berpesan, tidak semestinya seorang penimba ilmu hadits mencukupkan diri mendengar dan mencatat hadits tanpa mengetahui dan memahami kandungannya. Sebab hal itu akan membuang tenaganya dalam keadaan dia tidak mendapatkan apa-apa. Hendaknya dia menghafalkan hadits secara bertahap. Sedikit demi sedikit seiring dengan perjalanan siang dan malam.” (lihat al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an [1/70])

Menimba Ilmu Secara Bertahap

[6] Ma’mar mengatakan: Aku pernah mendengar az-Zuhri mengatakan, “Barangsiapa yang menuntut ilmu secara instan maka ia akan hilang dengan cepat. Sesungguhnya ilmu hanya akan diperoleh dengan menekuni satu atau dua hadits, sedikit demi sedikit.” (lihat al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an [1/70])

Seleksi Alam

[7] Tatkala begitu banyak orang yang menghadiri pelajaran hadits pada masa al-A’masy maka ada yang berkata kepada beliau, “Wahai Abu Muhammad, lihatlah mereka?! Betapa banyak jumlah mereka!!”. Maka beliau menjawab, “Janganlah kamu lihat kepada banyaknya jumlah mereka. Sepertiganya akan mati. Sepertiga lagi akan disibukkan dengan pekerjaan. Dan sepertiganya lagi, dari setiap seratus orang hanya akan ada satu orang yang berhasil -menjadi ulama-.” (lihat Nasha’ih Manhajiyah li Thalib ‘Ilmi as-Sunnah an-Nabawiyah, hal. 28)

Mendalami Ilmu Dengan Baik

[8] Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang menuntut suatu ilmu hendaklah dia mendalaminya dengan baik, supaya ilmu-ilmu yang rumit tidak menjadi sirna.” (lihat Nasha’ih Manhajiyah li Thalib ‘Ilmi as-Sunnah an-Nabawiyah, hal. 28)

Belajar Tanpa Henti

[9] Suatu saat Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah dicela karena sedemikian sering mencari hadits. Beliau pun ditanya, “Sampai kapan kamu akan terus mendengar hadits?”. Beliau menjawab, “Sampai mati.” (lihat Nasha’ih Manhajiyah li Thalib ‘Ilmi as-Sunnah an-Nabawiyah, hal. 58)

Antara Menimba Ilmu dan Beramal

[10] Sufyan rahimahullah pernah ditanya, “Menuntut ilmu yang lebih kau sukai ataukah beramal?”. Beliau menjawab, “Sesungguhnya ilmu itu dimaksudkan untuk beramal, maka jangan tinggalkan menuntut ilmu dengan dalih untuk beramal, dan jangan tinggalkan amal dengan dalih untuk menuntut ilmu.” (lihat Tsamrat al-’Ilmi al-’Amal, hal. 44-45)
 
Top