Pilar-Pilar Keimanan
[481] Imam al-Humaidi rahimahullah berkata, “Iman adalah ucapan dan amalan, ia bisa bertambah dan berkurang. Tidaklah bermanfaat ucapan tanpa amalan. Tidak juga bermanfaat amalan dan ucapan kecuali dengan dilandasi niat [baca; ikhlas]. Dan tidaklah bermanfaat ucapan, amal yang dibarengi niat tersebut kecuali apabila selaras dengan Sunnah.” (lihat ‘Aqa’id A’immah as-Salaf, hal. 151-152)
Keutamaan Wara’/Sikap Hati-Hati
[482] Thawus rahimahullah berkata, “Iman itu laksana sebatang pohon. Pokoknya adalah syahadat, sedangkan cabang dan daunnya adalah ini dan itu. Adapun buahnya adalah sifat wara’/hati-hati. Tidak ada kebaikan pada pohon yang tidak ada buahnya. Dan tidak ada kebaikan pada seorang insan yang tidak ada wara’ dalam dirinya.” (lihat Aqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1163)
Menilai Diri Sendiri
[483] Ibrahim at-Taimi rahimahullah berkata, “Tidaklah aku menghadapkan/menguji ucapanku kepada amal yang aku lakukan, melainkan aku takut kalau aku menjadi orang yang didustakan.” (lihat Aqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1167)
Hakikat Penglihatan
[484] Qatadah rahimahullah menafsirkan makna dari firman Allah (yang artinya), “Katakanlah; apakah sama antara orang yang buta dengan orang yang melihat? Apakah kalian tidak memikirkan?” (QS. Al-An’aam: 50). Beliau mengatakan, “Orang yang melihat adalah seorang hamba yang beriman. Dia bisa melihat dengan pandangan yang bermanfaat/membawa pengaruh. Dengan sebab itu, dia pun mentauhidkan Allah semata, beramal dengan ketaatan kepada Rabbnya, dan memetik manfaat dari karunia yang Allah berikan.” (lihat Aqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1182)
Sebuah Konsensus Ulama
[485] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Kaum salaf/pendahulu yang salih telah sepakat bahwasanya iman adalah meliputi ucapan dan amalan, bertambah dan berkurang.” (lihat Aqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1204)
Akibat Menikmati Lagu-Lagu
[486] Ibrahim an-Nakha’i rahimahullah mengatakan, “Nyanyian/lagu-lagu itu akan menumbuhkan kemunafikan di dalam hati.” (lihat Aqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1222)
Lebih Berharga Daripada Dunia Seisinya
[487] Mu’awiyah bin Qurrah rahimahullah berkata, “Apabila di dalam diriku tidak ada kemunafikan maka sungguh itu jauh lebih aku sukai daripada dunia seisinya. Adalah ‘Umar radhiyallahu’anhu mengkhawatirkan hal itu, sementara aku justru merasa aman darinya!” (lihat Aqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1223)
Mengkhawatirkan Diri Sendiri
[488] Ayyub as-Sakhtiyani rahimahullah berkata, “Setiap ayat di dalam al-Qur’an yang di dalamnya terdapat penyebutan mengenai kemunafikan, maka aku mengkhawatirkan hal itu ada di dalam diriku!” (lihat Aqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1223)
Separuh Keimanan
[489] Sa’id bin Jubair rahimahullah berkata, “Tawakal kepada Allah adalah separuh keimanan.” (lihat Aqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1225)
Sebuah Harapan
[490] Ada seorang lelaki bertanya kepada ‘Alqomah, “Apakah kamu mukmin/orang beriman?” Beliau menjawab, “Aku berharap demikian, insya Allah.” (lihat Aqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1247)