Al Hikmah

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Beberapa hal lainnya yang dianggap masyarakat sebagai pembatal puasa yang layak dikritisi adalah
  1. Menangis
  2. Berkumur
  3. Menelan ludah
  4. Membersihkan lubang telinga
  5. Keluar darah
InsyaaAllah pada kesempatan ini, akan kita bahas masing-masing,

Pertama, menangis

Kami tidak menjumpai satupun dalil yang menunjukkan bahwa nangis bisa membatalkan puasa. Baik dalil yang menunjukkan makna tegas maupun isyarat. Terlebih, nangis tidak identik dengan menelan air mata, sehingga tidak bisa dihukumi sama dengan minum.

Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah pernah ditanya, apakah air mata yang keluar ketika memotong dan merajang bawang bisa membatalkan puasa?

Jawaban Tim Fatawa Syabakah Islamiyah,

فالدموع النازلة بسبب تقطيع البصل وشم رائحته لا تبطل الصيام

“Air mata yang keluar karena memotong bawang atau disebabkan aroma bawang, tidak membatalkan puasa.” (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 106644)

Kedua, berkumur

Salah satu pertanyaan yang banyak nyangkut di KonsultasiSyariah.com, bolehkah berkumur ketika puasa? Apakah berkumur bisa membatalkan puasa?

Kita sepakat bahwa yang menjadi permbatal puasa adalah makan, minum atau yang semakna dengannya. Dan kita juga sepakat, berkumur tidak termasuk makan atau minum. Karena itu, berkumur bukan pembatal.

Lebih dari itu, terdapat dalil sangat tegas yang menunjukkan bahwa berkumur tidak membatalkan puasa. Hadis dari Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,

هَشَشْتُ يَوْمًا فَقَبَّلْتُ وَأَنَا صَائِمٌ، فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقُلْتُ: صَنَعْتُ الْيَوْمَ أَمْرًا عَظِيمًا، قَبَّلْتُ وَأَنَا صَائِمٌ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” أَرَأَيْتَ لَوْ تَمَضْمَضْتَ بِمَاءٍ وَأَنْتَ صَائِمٌ؟ ” قُلْتُ: لَا بَأْسَ بِذَلِكَ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” فَفِيمَ؟

Suatu hari, syahwatku naik hingga aku mencium istri, padahal aku sedang puasa. Akupun mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku katakan: ‘Hari ini aku melakukan perkara besar. Aku mencium istriku padahal aku sedang puasa.’ Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Apa pendapatmu jika kamu berkumur dengan menggunakan air ketika kamu sedang puasa?’ ‘Boleh saja, tidak masalah.’ Jawab Umar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menimpali, ‘Lalu mengapa bingung?’ (HR. Ahmad 138, Ibnu Khuzaimah 1999, dan sanadnya dinilai shahih oleh Syuaib Al-Arnauth).

Maksud Hadis

Mencium ketika puasa, selama tidak sampai keluar mani, tidak membatalkan puasa. Sebagaimana orang berkumur dengan air ketika puasa, selama tidak menelan air dengan sengaja, puasanya tidak batal.

Ini menunjukkan para sahabat sangat memahami bahwa berkumur tidak memberikan pengaruh terhadap puasa seseorang. Karena itulah, Ibnu Qudamah menegaskan, ulama sepakat, berkumur tidak membatalkan puasa. Beliau mengatakan,
ولا يفطر بالمضمضة بغير خلاف، سواء كان في الطهارة أو غيرها

“Berkumur tidak membatalkan puasa tanpa ada perselisihan, baik ketika wudhu maupun di luar wudhu.” (Al-Mughni, 3/123).

Ketiga, menelan ludah

Ibnu Qudamah memberikan rincian tentang masalah ini,

وما لا يمكن التحرز منه، كابتلاع الريق لا يفطره، لأن اتقاء ذلك يشق، فأشبه غبار الطريق، وغربلة الدقيق

Sesuatu yang tidak mungkin dihindari ketika puasa, seperti menelan ludah, tidak membatalkan puasa. Karena menghindari semacam ini sangat memberatkan. Kasusnya sebagaimana debu jalanan atau tebaran tepung.

Kemudian Ibnu Qudamah melanjutkan,

فإن خرج ريقه إلى ثوبه، أو بين أصابعه، أو بين شفتيه، ثم عاد فابتلعه، أو بلع ريق غيره، أفطر؛ لأنه ابتلعه من غير فمه، فأشبه ما لو بلع غيره

Jika ludah itu telah keluar ke bajunya atau diletakkan diantara jarinya atau berada di antara bibirnya, kemudian kembali dia telan, atau dia menelan ludah orang lain, maka puasanya batal. Karena berarti dia menelan ludah selain dari mulutnya. Sehingga sama dengan ketika dia menelan benda lainnya. (Al-Mughni: 3/122).

Hal senada juga disampaikan Sayyid Sabiq. ketika membahas tentang hal-hal yang dibolehkan bagi orang yang berpuasa, beliau mengatakan:

وكذا يباح له ما لا يمكن الاحتراز عنه كبلع الريق وغبار الطريق، وغربلة الدقيق والنخالة ونحو ذلك.

“Demikian pula, dibolehkan untuk menelan benda-benda yang tidak mungkin bisa dihindari. Seperti menelan ludah, debu-debu jalanan, taburan tepung, atau dedak…” (Fiqh Sunnah, 1/462)

Keempat, membersihkan lubang telinga

Kami tidak tahu, dari mana masyarakat bisa menyimpulkan hal ini, membersihkan lubang telinga atau korek-korek hidung bisa membatalkan puasa. Jelas ini adalah salah paham yang akan sangat sulit dicari pembenarannya. Jika alasannya adalah memasukkan satu benda ke badan, ini tidak bisa diterima. Karena tidak semua bentuk memasukkan benda ke badan bisa dihukumi makan atau minum.

Andaikan semua bentuk memasukkan benda ke badan bisa membatalkan puasa, tentu berkumur bisa membatalkan puasa. Padahal di awal, telah ditegaskan, berkumur tidak membatalkan puasa dengan sepakat sahabat dan para ulama.

Kelima, keluar darah

Barangkali yang menjadi pendekatan di sini adalah hukum bekam ketika puasa. Apakah bekam ketika puasa membatalkan puasa ataukah tidak? Berangkat dari kasus bekam, sebagian ulama memberikan hukum yang sama untuk semua tindakan yang mengeluarkan darah, seperti sayatan, operasi ringan, dst.

Sebagian ulama berpendapat bahwa bekam bisa membatalkan puasa. Berdasarkan hadis Syaddad dan Rafi bin Khadij, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أفطر الحاجم والمحجوم

“Orang yang membekam dan yang dibekam, puasanya batal.” (HR. Abu Daud 2367, Turmudzi 774, Ibn Majah 1679, dan dishahihkan Al-Albani).

Diantara ulama yang mengambil pendapat ini adalah, Ibnul Mundzir, Ibnu Khuzaimah, Al-Auza’i, Ad-Darimi, dan Ishaq bin Rahawih. Pendapat ini juga dipilih oleh Syaikhul Islam, dan Ibnul Qoyim.

Sementara jumhur (mayoritas ulama), hanafiyah, Malikiyah, dan Syafiiyah, bekam tidak membatalkan puasa. Dan insyaaAllah, inilah pendapat yang lebih kuat, berdasarkan beberapa dalil dan riwayat, diantaranya,

1. Keterangan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,

أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – احْتَجَمَ ، وَهْوَ مُحْرِمٌ وَاحْتَجَمَ وَهْوَ صَائِمٌ .

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbekam ketika beliau ihrom dan ketika berpuasa. (HR. Bukhari no. 1938)

2. Riwayat dari Tsabit Al-Bunani, beliau pernah bertanya kepada Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,

أَكُنْتُمْ تَكْرَهُونَ الْحِجَامَةَ لِلصَّائِمِ قَالَ لاَ . إِلاَّ مِنْ أَجْلِ الضَّعْفِ

“Apakah dulu kalian (para sahabat) tidak menyukai berbekam bagi orang yang berpuasa?” Anas mengatakan, “Tidak, kecuali jika bisa menyebabkan lemah.” (HR. Bukhari no. 1940).

3. Keterangan Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

رَخَّصَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فِى الْقُبْلَةِ لِلصَّائِمِ وَالْحِجَامَةِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi rukhsoh (keringanan) bagi orang yang berpuasa untuk mencium istrinya dan berbekam.” (HR. Ibnu Khuzaimah 1976, Ad-Daruquthni 2268, dan sanadnya dinilai shahih oleh Al-Albani).

Keterangan Abu Said radhiyallahu ‘anhu, ‘Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi rukhshah’, menunjukkan bahwa sebelumnya bekam dilarang untuk orang yang puasa. Karena namanya rukhshah, berarti ada laranngan yang mendahuluinya. Sebagaimana keterangan Ibn Hazm dalam Al-Muhalla (4/337).

Karena itu, mengeluarkan darah dengan sengaja, sekalipun dalam jumlah banyak, tidak membatalkan puasa, kecuali jika dikhawatirkan menyebabkan badan lemes, hukumnya terlarang sebagaimana keterangan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.

Sementara luka yang mengeluarkan darah, para ulama menegaskan bahw itu tidak mempengaruhi keabsahan puasa seseorang sedikitpun.

Allahu a’lam

Oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)
 
Top