Al Hikmah

Introspeksi Diri

[535] Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri berkata: “Sesungguhnya seorang mukmin adalah penanggung jawab atas dirinya, (karenanya hendaknya ia senantiasa) mengintrospeksi diri kerena Allah Subhanahu wa ta’ala semata.”

“Adalah hisab (perhitungan amal) di Yaumul Qiyamah nanti akan terasa lebih ringan bagi suatu kaum yang (terbiasa) mengintrospeksi diri mereka selama masih di dunia, dan sungguh hisab tersebut akan menjadi perkara yang sangat memberatkan bagi kaum yang menjadikan masalah ini sebagai sesuatu yang tidak diperhitungkan.”

“Sesungguhnya seorang mukmin (apabila) dikejutkan oleh sesuatu yang dikaguminya maka dia pun berbisik: ‘Demi Allah, sungguh aku benar-benar sangat menginginkanmu, dan sungguh kamulah yang sangat aku butuhkan. Akan tetapi demi Allah, tiada (alasan syar’i) yang dapat menyampaikanku kepadamu, maka menjauhlah dariku sejauh-jauhnya. Ada yang menghalangi antara aku denganmu’.”

“Dan (jika) tanpa sengaja dia melakukan sesuatu yang melampaui batas, segera dia kembalikan pada dirinya sendiri sembari berucap: ‘Apa yang aku maukan dengan ini semua, ada apa denganku dan dengan ini? Demi Allah, tidak ada udzur (alasan) bagiku untuk melakukannya, dan demi Allah aku tidak akan mengulangi lagi selama-lamanya, insya Allah’.”

“Sesungguhnya seorang mukmin adalah suatu kaum yang berpegang erat kepada Al Qur`an dan memaksa amalan-amalannya agar sesuai dengan Al Qur`an serta berpaling dari (hal-hal) yang dapat membinasakan diri mereka.”

“Sesungguhnya seorang mukmin di dunia ini bagaikan tawanan yang (selalu) berusaha untuk terlepas dari perbudakan. Dia tidak pernah merasa aman dari sesuatupun hingga dia menghadap Allah, karena dia mengetahui bahwa dirinya akan dimintai pertanggungjawaban atas semua itu.”

“Seorang hamba akan senantiasa dalam kebaikan selama dia memiliki penasehat dari dalam dirinya sendiri. Dan mengintrospeksi diri merupakan perkara yang paling diutamakan.” {Lihat Mawa’izh Lil Imam Al-Hasan Al-Bashri, hal. 39, 40, 41}

Cinta Dunia Merupakan Dosa Besar

[536] Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata: “Tidaklah aku merasa heran terhadap sesuatu seperti keherananku atas orang yang tidak menganggap cinta dunia sebagai bagian dari dosa besar.

Demi Allah! Sungguh, mencintainya benar-benar termasuk dosa yang terbesar. Dan tidaklah dosa-dosa menjadi bercabang-cabang melainkan karena cinta dunia. Bukankah sebab disembahnya patung-patung serta dimaksiatinya Ar-Rahman tak lain karena cinta dunia dan lebih mengutamakannya? {Lihat Mawa’izh Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri, hal. 138}

[537] Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullahu berkata: “Telah sampai kepadaku bahwasanya akan datang satu masa kepada umat manusia di mana pada masa itu hati-hati manusia dipenuhi oleh kecintaan terhadap dunia, sehingga hati-hati tersebut tidak dapat dimasuki rasa takut terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dan itu dapat engkau ketahui apabila engkau memenuhi sebuah kantong kulit dengan sesuatu hingga penuh, kemudian engkau bermaksud memasukkan barang lain ke dalamnya namun engkau tidak mendapati tempat untuknya.”

Beliau rahimahullahu berkata pula: “Sungguh aku benar-benar dapat mengenali kecintaan seseorang terhadap dunia dari (cara) penghormatannya kepada ahli dunia.” {Lihat Mawa’izh Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri, hal. 120}

Kejelekan-kejelekan Harta

[538] Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullahu berkata: ‘Isa bin Maryam ‘alaihissalam bersabda: “Cinta dunia adalah pangkal segala kesalahan, dan pada harta terdapat penyakit yang sangat banyak.”

Beliau ditanya: “Wahai ruh (ciptaan) Allah, apa penyakit-penyakitnya?”

Beliau menjawab: “Tidak ditunaikan haknya.”

Mereka menukas: “Jika haknya sudah ditunaikan?”

Beliau menjawab: “Tidak selamat dari membanggakannya dan menyombongkannya.”

Mereka menimpali: “Jika selamat dari bangga dan sombong?”

Beliau menjawab: “Memperindah dan mempermegahnya akan menyibukkan dari dzikrullah (mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala).” {Lihat Mawa’izh Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri, hal. 81}

Beliau rahimahullahu berkata: “Kelebihan dunia adalah kekejian di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hari kiamat.”

Beliau ditanya: “Apa yang dimaksud dengan kelebihan dunia?”

Beliau menjawab: “Yakni engkau memiliki kelebihan pakaian sedangkan saudaramu telanjang; dan engkau memiliki kelebihan sepatu sementara saudaramu tidak memiliki alas kaki.” {Lihat Mawa’izh Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri, hal. 76}
 
Top