Akhlaq yang Buruk adalah Penyakit Berbahaya
[511] Berkata Al-Ahnaf bin Qais rahimahullah: "Maukah kalian aku beritahukan tentang penyakit yang paling berbahaya?" Mereka (sahabat-sahabatnya) menjawab : "Iya, Mau." Dia berkata : "Akhlaq yang hina (buruk) dan lisan yang keji." {Adabu ad-Dunya wa ad-Diin hal 242}
Tiga Hal Dalam Sholat
[512] Abul ‘Aliyah pernah berkata, “Dalam shalat ada tiga hal di mana jika tiga hal ini tidak ada maka tidak disebut shalat. Tiga hal tersebut adalah; ikhlas, rasa takut dan dzikir pada Allah. Ikhlas itulah yang memerintahkan pada yang ma’ruf (kebaikan). Rasa takut itulah yang mencegah dari kemungkaran. Sedangkan dzikir melalui Al Qur’an yang memerintah dan melarang sesuatu.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6: 65)
Memilih diantara dua kebaikan dan keburukan
[503] Syaikh As Sa’di melantunkan syair dalam pelajaran kaedah fikih beliau, “Apabila bertabrakan beberapa maslahat. Maslahat yang lebih utama itulah yang lebih didahulukan. Lawannya, jika bertabrakan dua mafsadat (kerusakan), Pilihlah mafsadat yang paling ringan.”
Beliau juga berkata: “Di antara kaedah syari’at adalah memberikan kemudahan, Yaitu kemudahan ketika datang kesulitan.” (Al Qowa’idul Fiqhiyah, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Darul Haromain, tahun 1420 H)
Memilih yang Lebih Maslahat untuk Orang Lain
[504] Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, berkata: “Jika seseorang disuruh memilih antara dua atau beberapa pilihan, jika maksudnya adalah untuk memilih mana yang lebih mudah, maka ia boleh memilih sesukanya. Namun jika maksudnya adalah untuk memilih yang maslahat, maka hendaklah ia memilih yang lebih maslahat. Karena dalam kaedah disebutkan, “Barangiapa memilih di antara dua perkara dan berkaitan dengan hak orang lain, maka hendaklah ia memilih yang lebih maslahat, bukan memilih sesuka dirinya.” (Syarhul Mumthi’, 15: 157)
Beliau juga mengatakan: “Wajib bagi yang berinteraksi dengan orang lain, maka hendaklah ia melakukan yang maslahat (bagi orang lain). Adapun yang berinteraksi untuk dirinya sendiri, maka ia boleh saja melakukan sekehendaknya selama dibolehkan.” (Syarhul Mumthi’, 4: 193)
Jujurlah
[505] Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata: "Kedustaan itu tidak pantas digunakan untuk suatu keseriusan, dan tidak pula dalam senda gurauan. Jika engkau mau, bacalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala (yang artinya): "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan jadilah kalian bersama orang-orang yang jujur*." (At-Taubah: 119)
Kemudian beliau katakan: "Apakah dalam ayat ini engkau dapati adanya satu keringanan bagi seorang pun (untuk berdusta, pent.)?"
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: "Jujurlah engkau dan pegang erat-erat kejujuran itu. Niscaya engkau akan menjadi orang yang jujur dan selamat dari hal-hal yang membinasakanmu. Dan niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menjadikan untukmu kelapangan berikut jalan keluar bagi (segala) urusanmu."
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata: "Jika engkau ingin dikelompokkan dalam golongan orang-orang yang jujur, maka wajib bagimu untuk zuhud dalam dunia ini dan menahan diri dari (menyakiti) manusia." (Maraji': Tafsir Ibnu Katsir, 2/525-526)