Dari Al-Musayyab bin Rafie’, dari Abdullah bin Mas’ud diriwayatkan bahwa ia berkata: “Seorang penghapal/pemandu ajaran Al-Qur’an, selayaknya menjadi pelaku kebajikan di malam hari, pada saat orang-orang sedang tidur, dan di siang hari di kala orang-orang tidak bershaum, bersedih di kala orang-orang bergenbira,menangis di saat orang-orang tertawa, berdiam diri di kala orang-orang bicara tidak karuan, dan khusyu’ di kala orang-orang bersikap congkak. Seorang penghapal/pemandu ajaran Al-Qur’an juga harus menjadi orang yang mudah menangis, mudah bersedih (karena dosa-dosanya), berjiwa santun, bijaksana dan banyak diam. Seorang penghapal/pemandu ajaran Al-Qur’an, tidak layak bersikap congkak, teledor, suka berteriak, menjerit-jerit dan pemarah.” (Shifatush Shafwah I:413)
Syu’bah dan Husyam berkata: “Diriwayatkan dari Qatadah, dari Yunus bin Jubeir bahwa i aberkata: “Kami menjenguk Jundub.” Kemudian aku berkata: “Berwasiatlah kepadaku.” Beliau berkata: “Saya nasihatkan kamu sekalian agar bertakwa kepada Allah, saya nasihatkan juga agar kalian membaca dan mempelajari Al-Qur’an, karena sesungguhnya ia adalah cahaya di malam yang gelap dan petunjuk di siang hari. Amalkanlah ajarannya, dengan segala konsekuensi susah dan lelahnya. Apabila harus berhadapan dengan sebuah cobaan, dahulukanlah kepentingan agamamu dari kepentingan duniamu. Apabila cobaan berlalu, dahulukan juga kepentingan agamamu meski harus mengorbankan diri dan hartamu. Sesungguhnya orang yang rusak adalah yang rusak agamanya dan orang yang merugi adalah orang yang terampok agamanya. Ketahuilah, tidak ada lagi kesulitan sesudah engkau masuk jannah dan tidak ada kebahagiaan lagi sesudah engkau masuk naar.” (Siyaru A’laamin Nubalaa’ III:174)
Dari Hammad bin Najieh, dari Abi Umran Al-Jaunie, dari Jundub diriwayatkan bahwa ia berkata; “Ketika kami masih kanak-kanak yang hampir baligh, kami pernah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka kami pelajari masalah-masalah keimanan, baru kami mempelajari Al-Qur’an. Setelah kami mempelajari Al-Qur’an, bertambahlah keimanan kami.” (Siyaru A’laamin Nubalaa’III:175)
Dari Ishaq bin Ibrahim diriwayatkan bahwa ia berkata: “Bacaan Al-Qur’an yang dilantunkan oleh Al-Fudhail begitu syahdu, menarik tapi lambat dan lurus, seolah-olah beliau sedang menyapa orang lain. Dan apabila beliau membaca ayat yang menyebut-nyebut Jannah, beliau akan mengulang-ulang bacaannya.” (Shifatsh Shafwah II:238)
Sumber: Aina Nahnu Min Akhlaaqis Salaf, Abdul Azis bin Nashir Al-Jalil Baha’uddien ‘Aqiel, Edisi Indonesia “Panduan Akhlak Salaf” alih bahasa : Abu Umar Basyir Al-Medani