Dari Hammad bin Salamah diriwayatkan bahwa ia berkata: “Ali bin Zaid telah menceritakan kepada kami, dari Ibnul Musayyab bahwa ia berkata: “ketika Shuhaib pergi berhijrah. Ternyata ia diikuti oleh sekelompok orang. Maka beliau langsung turun dari kendaraannya dan menyiapkan anak panahnya seraya berkata: “Kamu sekalian pasti tahu bahwa aku adalah orang yang paling mahir memanah di antara kita. Demi Allah, kalau kalian mencoba mendekat, pasti akan aku panah dengan seluruh anak panahku, kemudian kutebas dengan pedangku. Kalau kalian suka, akan kutunjukkan dimana harta bendaku (kuberikan kepada kalian), tapi kalian biarkan aku meneruskan perjalanan ini.” Mereka menjawab: “Kami mau.” Tatkala beliau berjumpa dengan Nabi Shallallahu’alaihi wasallam, Nabi bersabda: “Perniagaan itu telah menguntunkan Abu Yahya”. Setelah itu turunlah firman Allah: “Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah” (Al-Baqarah:207) (“Siyaaru A’laamin Nubalaa’ II/23)
Al-Waqidi berkata: “Abdullah bin Nafie’ telah menceritakan kepada kami, dari ayahandanya, dari Ibnu Umar bahwa beliau berkata: “Aku pernah melihat Ammar pada hari peperangan Yamamah berada di atas sebuah batu besar, dan berteriak: “Wahai kaum muslimin, apakah kamu sekalian akan lari dari Jannah? Saya Ammar bin Yasir, kemarilah kalian semua! Aku melihat kupingnya telah terpotong, namun masih tergantung-gantung. Meski demikian, beliau tetap berperang dengan ganas sekali.” (Siyaaru A’laamin Nubalaa’ I:422)
Hammad bin Salamah berkata: “Tsabit telah mengabarkan kepada kami, bahwa Shilah pernah mengikuti peperangan bersama dengan anaknya. Ia berkata: “wahai anakku, majulah dan berperanglah hingga aku dapat pahala Allah dari kesabaranku atas kehilanganmu. Maka sang anakpun maju berperang hingga mati terbunuh. Kemudian Shilah sendiri juga maju berperang dan terbunuh. Maka kaum wanitapun berkumpul di sisi istrinya yaitu Mu’adzah. Namun si istri justru berkata: “Selamat datang kuucapkan kepadamu, bila kalian datang untuk memberi selamat kepadaku. Tapi kalau kalian datang untuk tujuan lain (berbelasungkawa), maka pulanglah kalian semua.” (Siyaru A’laamin Nubalaa’ III:498)
Dari Ibu Uyainah, dari Ibnu Abi Khalid, dari bekas budak Khalid bin Al-Walid diriwayatkan, bahwa Khalid pernah berkata: “Tidak ada malam di mana aku (seolah-olah) dianugerahi “bulan madu” yang aku sukai, lebih daripada malam yang dingin membeku dan penuh salju, di tengah laskar yang menunggu pagi untuk menyerang musuh.” (Siyaaru A’laamin Nubalaa’ I:375)
Dari Kharijah bin Zaid bin Tsabit, dari ayahandanya diriwayatkan bahwa ia berkata: “Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam pernah mengutusku pada peperangan Uhud untuk mencari Sa’ad bin Rabie’. Beliau Shallallahu’alaihi wasallam berpesan : “Kalau engkau melihatnya, sampaikan salamku kepadanya dan tanyakan kepadanya: “Apakah yang engkau rasakan?” Maka akupun mengelilingi mayat-mayat yang bergelimpangan disana, dan kudapatkan dirinya. Ia berada pada akhir kehidupannya. Sekujur tubuhnya dipenuhi tujuh puluh sabetan pedang. Akupun mengabarkan kepadanya apa yang disabdakan Nabi. Ia berkata: “Semoga keselamatan atas dir Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dan atas diri kamu juga. Katakanlah kepada beliau: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mencium bau jannah. Dan katakan juga kepada kaumku, Al-Anshar:”Tak ada alasan lagi bagi kalian untuk pulang dengan selamat kepada Rasulullah, sementara kamu masih memiliki pedang yang tajam. “Perawi berkata: “Setelah itu, beliau -Rahimahullah-pun wafat.” (Siyaaru A’laamin Nubalaa’ I:319)
Dari Abdullah bin Muawiyyah Al-Jumahi diriwayatkan bahwa ia berkata: “Dhiraar bin Amru telah menceritakan kepada kami, dari Abu Raafie’ bahwa ia berkata:”Umar pernah mengerahkan pasukan menuju Romawi. Namun pasukan Romawi berhasil menawan Abdullah bin Hudzafah dan memboyongnya kepada raja mereka. Mereka berkata: “Ini adalah salah seorang sahabat Muhammad (Shallallahu’alaihi wasallam).” Sang raja pun bertanya: “Maukah engkau masuk agama Nashrani, nanti kuberikan kepadamu setengah kerajaanku?” Beliau menjawab: “Tidak. Meskipun engkau memberikan seluruh kerajaanmu (yang lain) dan bahkan seluruh kerajaan Arab, aku tak akan bergeming sedikitpun dari agama Muhammad (Islam) ini.” Sang Raja mengancam:”Kalau begitu, kamu akan saya bunuh.” Beliau menanggapi: “itu terserah kamu saja.” Maka sang rajapun menyuruh beliau untuk disalib. Lalu ia memerintahkan para pemanah: “Tembakkan anak panah kalian ke dekat badannya.” Itu dikatakan sambil terus memerintahkan beliau masuk Nashrani. Namun beliau tetap menolak. Maka beliaupun diturunkan. Kemudiansang raja menyuruh diambilkan panci untuk diisi air panas yang mendidih. Lalu diperintahkan dua orang tawanan dari kalangan muslimin untuk didatangkan ke situ.
Setelah itu salah seorang di antaranya diperintahkan untuk dicemplungkan ke dalam air panas tersebut sambil terus menawarkan kepada beliau masuk agama Nashrani, namun beliau tetap menolak. Tetapi kemudian beliau menangis. Segera dikhabarkan kepada si raja: “Dia sekarang menangis.” Mereka mengira ia sudah ketakutan, sehingga sang raja langsung memerintahkan: “Kembalikan ia ke hadapanku.” Lalu ia bertanya: “Apa yang membuatmu menangis?” Beliau menjawab: “Nyawaku yang cuma satu ini, yang apabila dimasukkan ke dalam api tersebut akan terbakas habis. Aku menginginkan agar aku memiliki nyawa sebanyak rambut di kepalaku, untuk kukorbankan di jalan Allah dengan dimasukkan ke dalam api itu. “Sang thagut itu pun langsung berkata:”Maukah engkau mencium kepalaku, agar engkau saya bebaskan?” Beliau menjawab: “Bagaimana bila sekalian dengan seluruh tawanan?” Sang raja menjawab: “Boleh juga.” Maka beliaupun mencium kepala raja tersebut dan berhasil membawa kembali para tawanan menghadap Umar. Umar lalu berkata: “Sudah keharusan bagi setiap muslim untuk mencium kepala Ibnu Hudzafah, dan saya yang akan memulainya. Maka beliaupun mencium kepala Ibnu Hudzafah.” (Siyaaru A’laamin Nubalaa’ II:14)
Dari Hammad bin Salamah, dari Tsabit bin Ali bin Zaid, dari Anas diriwayatkan bahwa ia berkata: “Abu Thalhah pernah membaca firman Allah: Dan berperanglah dengan rasa berat maupun ringan.“(At-Taubah : 42) Beliau berkomentar: “Allah telah memerintahkan kita untuk berperang, baik yang tua maupun yang muda, maka siapkanlah perbekalanku.” Anak-anak beliau menanggapi: “Tetapi engkau telah ikut berperang dimasa hidup Rasulullah shallallahu’laihi wasallam, Abu Bakar dan Umar, sekarang biar kami saja yang berperang menggantikan engkau?” Perawi menuturkan: “Maka beliaupun ikut dalam peperangan bahari (laut) hingga terbunuh. Namun mereka baru mendapatkan pulau untuk menguburkan jasad beliau setelah tujuh hari. Namun demikian,jasad beliau belum berubah membau.” (Siyaru A’laamin Nubalaa’ II:34)
Sumber : Aina Nahnu Min Akhlaaqis Salaf, Abdul Azis bin Nashir Al-Jalil Baha’uddien ‘Aqiel, Edisi Indonesia “Panduan Akhlak Salaf” alih bahasa : Abu Umar Basyir Al-Medani