Abu Qilabah berkata kepada Ayyub As Sakhtiyani, “Apabila kamu mendapat ilmu, maka munculkanlah keinginan ibadah padanya. Jangan sampai keinginanmu hanya untuk menyampaikan kepada manusia.” (Al-Adab Asy-Syar’iyyah 2/45, Muhammad Al-Maqdisy, Syamilah)
Dari Nafi’ diriwayatkan, bahwa ada seorang lelaki yang bertanya kepada Ibnu Umar tentang satu persoalan. Beliau menundukkan kepalanya dan tidak memberikan jawabannya. Orang-orang mengira beliau tidak mendengar pertanyaannya. Lelaki itu kembali bertanya: “Semoga Allah merahmati anda, apakah anda tidak mendengar pertanyaan saya?” Beliau menjawab: “Dengar. Tapi saya melihat kalian semua beranggapan bahwa Allah tidak akan meminta pertanggunggjawaban kami atas jawaban kami terhadap persoalan yang ditanyakan kepada kami ?” Biarkanlah, sampai kami dapat memberikan jawaban atas pertanyaanmu -semoga Allah merahmatimu-, bila kami memang memiliki bahan sebagai jawabannya. Kalau tidak, kami akan memberitahukan kalian bahwa kami tidak memiliki ilmu tentang hal itu.” (Shifatush Shafwah I:566)
Dari Suhnun diriwayatkan bahwa ia berkata: “Sebagian dari ulama As-Salaf apabila ingin mengucapkan satu kata saja, dipertimbangkan, apabila satu kata itu tidak berguna bagi orang banyak, ia tidak jadi berbicara. Ia tidak berbicara kaena takut hanya untuk pamer. Namun kalau ia sedang tertarik untuk diam, ia malah berbicara. Mereka biasa menyatakan: “Orang yang paling berani berfatwa adalah orang yang paling sedikit ilmunya.” (Siyaru ‘Alaamin Nubalaa’ XII:66)
Suhnun pernah ditanya: “Apakah seorang alim dapat berkata bahwa dirinya tidak tahu, padahal ia tahu?” Beliau menjawab: “Apabila terbukti dalilnya dari Al-Kitab dan As-Sunnah, jelas tidak boleh. Tapi kalau bersumber dari pendapat saja, dia boleh berkata tidak tahu. KArena memang dia tidak tahu, apakah ia benar atau salah.” (Siyaru A’laamin Nubalaa’ XII:65)
Dari Ayyub diriwayatkan bahwa ia berkata: “Aku pernah mendengar Al-Qasim ditanya di Mina, beliau menjawab: “Saya tidak tahu, saya tidak mengerti. “Setelah terlalu banyak yang bertanya kepada beliau, beliau berkata:”Demi Allah, saya memang tidak mengetahui semua yang kalian tanyakan kepada kami. Kalau saya tahu, niscaya tidak akan saya sembunyikan. Dan saya memang tidak akan mungkin menyembunyikannya.” Dari Yahya bin said diriwayatkan bahwa ia berkata: “Aku pernah mendengar Al-Qasim berkata: “Kami tidak bisa mengetahui segala persoalan yang ditanyakan kepada kami. Apabila seseorang sudah menunaikan kewajibannya terhadap Allah, lalu ia hidup sebagai orang bodoh, itu lebih baik daripada ia mengatakan sesuatu yang tidak ia ketahui (tanpa ilmu).” (Shifatush Shafwah II:89)
Sumber : Aina Nahnu Min Akhlaaqis Salaf, Abdul Azis bin Nashir Al-Jalil Baha’uddien ‘Aqiel, Edisi Indonesia “Panduan Akhlak Salaf” alih bahasa : Abu Umar Basyir Al-Medani